Kamis, 12 Maret 2015

Jadi, Mau Kamu Bawa Kemana Hatiku??

Ada jatuh yang tak pernah kuduga-duga, hingga sebuah tanya muncul dalam benak ; mengapa kamu?

Mengapa pada seseorang yang dapat kuketahui dengan pasti, bahwa akhirnya adalah tidak mungkin? Ada rasa yang datang tanpa diundang, hingga tanpa sadar kuletakkan namamu pada urutan paling pertama dalam segala hal.

Ada cinta yang sampai kini masih kusangkal. Sebab, memberi hati kepadamu tak pernah sebelumnya terpikirkan.

Barangkali, begitulah risiko jatuh cinta. Betapapun sudah berhati-hati, selalu saja ada jalannya jika memang harus terjadi. Sementara hati sebetulnya sudah lelah terjatuh sendirian, tapi Tuhan mendatangkan kamu di hadapan. Kali ini entah sebagai jawaban, entah sebagai penambah pertanyaan, entah sebagai pemberi pelajaran.

Jadi, mau dibawa ke mana hatiku yang ada dalam genggammu itu?

Haruskah aku menujumu, perjuangkan kamu lebih jauh? Atau kembali saja pada titik mula—cukup jadi pendamba?

Andai kamu mengerti, ini bukan tanpa alasan. Sebab yang kulihat hanya dia, pada tatap matamu yang paling dalam. Sebab yang kudengar hanya namanya, pada tiap nada kebahagiaan. Sementara aku, tinggal di antara ribuan pertanyaan; tentang mengapa kita kemudian dipertemukan.

Sementara aku, berdiam di tengah ratusan perkiraan; tentang mengapa kepadamu, jatuhku tampak diizinkan. Jauh, sebelum cinta tampak nyata, sudah kusadari bahwa semuanya akan berakhir dengan sia-sia.

Dalam hujan perasaan yang jarang sekali melegakan, aku tersadar bahwa cinta tak ma(mp)u dipaksakan. Percuma aku berusaha dekat dengan yang lainnya, jika hatiku cuma kamu yang punya. Inginnya kamu ada dua; satu untukku, satu untuknya. Tapi kutahu, cerita ini tak mungkin tertulis begitu. Cerita ini menawarkan bahagia yang sama untuk kita semua—tapi sayangnya, bukan dari masing-masing kita.

Kamu seperti ada untuk kucintai saja, bukan untuk kumiliki. Seperti dekat yang tak terjangkau, terasa tapi tak tergenggam, ada yang seperti tiada.

Selasa, 10 Maret 2015

Maaf

Tak perlu jadi yang paling pintar untuk tahu bahwa kenyataan tak selamanya sesuai harapan.

Kita yang semula sulit terpisahkan, kini bertolak belakang. Dulu, kamu hanya ingin denganku, aku juga hanya ingin denganmu. Tapi ternyata hanya keinginanku yang terus bertahan seperti itu.

Dari hati yang terdalam, izinkan aku mengucap maaf. Maaf, aku terlanjur mencintamu begitu dalam. Maaf, aku merasa memilikimu, dan masih ingin begitu hingga sekarang. Maaf, tak seperti kamu, aku gagal menerima keadaan bahwa kita sudah tak sejalan.

Entah siapa yang semestinya kusalahkan; ekspektasi yang ketinggian, atau semesta yang terlalu terlambat untuk menyadarkan. Aku butuh lebih dari sekadar waktu, untuk memahami bahwa kita sudah tidak seperti dulu lagi. Untuk memaklumi, bahwa hubungan kita sudah tidak seakrab dulu lagi. Untuk mengerti, bahwa aku sudah tidak seberarti dulu lagi.

Khayal masih menerbangkanku begitu tinggi, tanpa kusadari bahwa sepasang tanganmu tak ada untuk menangkapku nanti.

Sungguh, aku turut bahagia jika kamu baik-baik saja. Namun apakah kamu tahu bahwa ‘telah terganti’ ialah tamparan keras bagi hati?

Kuharap kamu pernah mengajariku agar mengerti bahwa kelak posisiku akan terisi. Agar bisa kuterima bahwa bukan lagi aku yang kamu butuhkan saat ini.

Lalu aku bisa apa? Sementara luka kujahit sendiri, kamu di sana sudah tak lagi ambil peduli. Andai sedikit saja kamu mau menoleh lagi, lihat aku. Masih di sini, masih membuka hati, masih menganggap kamu lebih dari berarti.

Aku belum terbiasa untuk mengakui bahwa dia yang lebih bisa. Aku belum mampu untuk mengakui bahwa kini dialah tujuanmu. Kukira aku selamanya jadi yang kamu butuhkan, ternyata itu sebatas harapan.

Kupikir tak ada yang bisa sepertiku dalam hidupmu, ternyata kamu menemu ia yang dengan mudah menggeser seorang aku.

Perubahan ini terjadi tanpa persiapan, kesadaran ini datang tanpa keberadaanmu. Maaf, bila yang kubutuhkan masihlah kamu di saat kamu sama sekali tidak. Kini, izinkan aku untuk membenahi lagi serpihan-serpihan yang masih berbentuk retakan.

Sementara kamu, pergilah dengan sepasang tangan yang kau sebut kebahagiaan.

Aku di sini, akan belajar merelakan posisi yang sudah terganti.

Mungkinkah Ini Yang Dinamakan Firasat??

Sebelum peristiwa manis itu dimulai sembilan tahun lalu, aku tahu hari itu akan cepat berlalu. Maka aku merekam segalanya dalam ingatan. Sebut saja ini firasat, sebelum perpisahan bergerak lebih cepat.

Senyummu itu sumber kekagumanku, ratusan hari aku duduk di sebelahmu dan menikmati hal yang satu itu. Lagi-lagi tanpa kamu tahu. Bahumu adalah pelabuhan tempat kepalaku selalu ingin terjatuh tak sengaja. Dan hari itu aku melakukannya. Semesta mengirimkan lagi bahasa-bahasa yang tak kumengerti, seperti kau ingin terculik pergi.

Semula, semua berjalan lebih dari baik-baik saja. Senyummu dari hati, senyumku lebih gembira lagi. Namun, bahagia yang berlebihan selalu punya harganya sendiri. Barangkali dengan kepergianmu, baru bisa ku lunasi.

Kamu dekat tapi terasa lebih jauh dari yang terlihat. Kamu ada tapi terasa lebih tiada dari kenyataannya. Ah, bahkan perasaanku saja sudah bisa mengira, bahagia di dekatmu seperti ini bukan untuk selamanya.

Semesta semestinya tahu, menoleh pada yang selain kamu bukan keahlianku. Semesta sudah pasti tahu, memang langkahku tak seharusnya mengarah padamu.

Aku tak selalu mengerti semesta, dengan segala permainannya. Aku lebih tak mengerti kamu, dengan perhatian sementaranya. Hingga akhirnya aku semakin tak mengerti tentang kebersamaan yang belum tergapai, namun sudah harus selesai.

Kamu hadir tiba-tiba, tanpa aba-aba. Kemudian pergi tanpa mengucap apa-apa. Paling tidak, beri aku pemberitahuan, supaya aku tahu hatimu telah pindah haluan. Paling tidak, beri aku tamparan, supaya aku tahu bahwa kita sudah tak lagi miliki harapan.

Hari itu adalah saksi dari ratusan hari perjalanan hati menginginimu jadi penghuni. Ingin rasanya meleraikan pikirku tentang ketidakmungkinan yang mengada-ada dalam kepala. Tapi korneaku bekerja terlalu baik, mata menangkap kamu dan dia bercengkrama dengan mesra.

Tangan yang terbiasa mengayun bermain melingkar di bahuku, malam ini kau gunakan memainkan tangannya. Sakitku lebih perih dari serangkai aksara ini. Aku tidak apa-apa dengan retaknya hati yang terlalu tiba-tiba. Tapi mengapa harus lahir peristiwa sembilan tahun lalu yang begitu manis? Itukah tujuanmu menyakitiku dengan manis?

Ingin rasanya lari sejauh mungkin, menghindar dari pemandangan di depanku. Dan terjun dalam lautan airmata sebebas-bebasnya. Selepas-lepasnya.

Apa ini yang seharusnya terjadi padaku? Yang seperti ini? Mencintai tak tahu berhenti, tapi selalu ditinggal ketika rasanya hampir memiliki.

Menjadi yang pintar mengobati pun percuma, jika aku kelak gagal di cinta yang lain lagi. Tapi aku tak mau yang lain. Sebab yang lain tentu bukan kamu.

Apa ini maksud daripada semesta? Memberikan semacam firasat, supaya aku mampu melepasmu yang bukan lagi untuk sesaat? Apa ini alasan di balik segala kedekatan? Supaya aku menyadari bahwa yang sudah lama akrab, belum tentu bagian dari sebuah jawab?

Bahagiakah kamu bersamanya? Sebab, sepertinya sudah tak perlu lagi kuminta, agar kamu mendapat apa yang sudah kamu punya. Benar atau pun tidak, mulailah jalani hari-hari barumu dengannya.

Biar hati kecil mulai terbiasa untuk melepas dengan rela. Biar tak perlu kucari-cari apa yang telah tiada.

Senin, 09 Maret 2015

Tindakan Sederhana Bukti Tanda cinta

Kata cinta tak melulu harus diumbar. Bagi kami para cewek, ungkapan “aku cinta kamu” dari pasangan justru tak selalu meyakinkan. Sebaliknya, kami percaya bahwa perasaan cinta yang sebenar-benarnya bisa dibuktikan lewat tindakan sederhana.

Bukan dengan sekotak coklat, selusin mawar, atau sebuah boneka mahal yang kalian bawakan. Tapi, hal-hal kecil dalam artikel inilah yang justru membuat kami merasa yakin dan percaya; bahwa dalam hati kalian tersimpan perasaan cinta yang dalam.

1. Kami mengerti, erat menggandeng tangan dan memilih berjalan di sisi kanan adalah cara kalian “pasang badan” dan memastikan kami aman di jalanan.
Mencintai berarti berusaha membuat pasangan merasa aman dan terlindungi. Jalanan sekitar rumah, kampus, dan tempat-tempat yang pernah disinggahi bersama adalah saksi. Bagaimana saat jalan berdua, kalian akan erat-erat menggandeng tangan kami. Kalian pun tak ragu memilih berjalan di sisi kanan – melindungi kami dari lalu-lalang kendaraan. Seakan-akan rela jadi tameng jika terjadi kecelakaan atau semacamnya.

Ah, sederhana memang, tapi tindakan inilah yang seakan membuktikan bahwa kalian benar-benar menganggap kami berharga. Kalian tak rela jika melihat kami terluka lantaran diserempet pengendara motor atau mobil yang ugal-ugalan. Kalian bersedia “pasang badan” – mengutamakan keamanan kami lebih dari keselamatan diri sendiri.

2. Meski kami sering menganggapnya berlebihan, larangan pulang ke rumah sendirian saat sudah larut malam hanyalah sekedar bukti kepedulian kalian pada kami.
“Lho, kok belum pulang jam segini? Udah malem, lho!”
“Iya nih, baru selesai acara makan malem sama temen-temen kantor.”
“Terus pulangnya sama siapa? Kamu nggak akan naik taksi sendirian ‘kan? Aku jemput aja, gimana?”

Ada kalanya tanggung jawab pekerjaan memaksa kami lebur di kantor hingga larut malam. Saat ada tugas kelompok yang harus diselesaikan atau di momen perayaan ulang tahun teman, kami pun melakukan hal yang sama. Meski sudah larut malam, bagi kami tak ada salahnya pulang ke rumah sendiri dengan motor atau naik taksi.

Namun, kalian lah yang akan cerewet mengingatkan; bahwa bisa jadi bahaya mengancam kami yang sendirian di perjalanan saat sudah larut malam. Kadang, kami akan menganggap sikap kalian berlebihan karena sebagai perempuan dewasa kami merasa bisa mandiri dan menjaga diri. Tapi, kami pun diam-diam menyadari bahwa sikap kalian yang kami anggap berlebihan adalah bukti kepedulian.

3. Kadang, iseng memeriksa isi ponsel membuat kami merasa dicurigai.
Tapi, rasa curiga itulah yang membuktikan bahwa kalian tak rela kehilangan Wajar jika sebuah hubungan dibumbui rasa cemburu atau curiga. Kalian mungkin akan penasaran dan memeriksa isi ponsel kami. Kalian takut kalau-kalau kami berbuat tak jujur; sering bertukar pesan singkat atau menjawab telepon dari cowok lain yang berusaha mendekati kami.

Sikap yang semacam ini seringkali membuat kami merasa kesal. Kami merasa diragukan atau tak dipercaya. Namun, saat berpikir ulang dan berusaha memahami maksud kalian, kami sadar bahwa rasa cemburu dan kecurigaan itu menunjukkan betapa kalian tak mau kehilangan. Kalian tak rela jika kami akhirnya pergi lantaran tergoda cinta yang lainnya.

4. Kami sebenarnya senang saat kalian cerewet mengomentari kebiasaan buruk kami yang sering begadang dan telat makan lantaran terlalu sibuk dengan pekerjaan.
Rutinitas pekerjaan maupun perkuliahan seringkali membuat kami “tenggelam”. Saking fokusnya dengan tugas-tugas yang harus dituntaskan, kami justru abai pada diri sendiri. Tidur hingga larut malam atau makan tak tepat waktu sudah dianggap hal yang biasa. Kami sering lupa bahwa kebiasaan-kebiasaan buruk itu justru bisa berbahaya bagi kesehatan.

Nah, kalian lah yang tak akan bosan-bosan mengingatkan. Kalian akan memastikan bahwa kami tak lupa makan tiga kali sehari dengan tepat waktu. Tak lupa pula menyuruh kami untuk segera tidur saat hingga larut malam kami masih sibuk bergelut dengan pekerjaan. Sekali lagi, rasa peduli yang kalian tunjukkan kembali meyakinkan kami bahwa perasaan cinta memang butuh bukti – meskipun lewat tindakan sederhana seperti mengingatkan makan atau melarang kami begadang.

5. Saat kalian memberi pujian yang tak tulus bukan berarti berniat membohongi, kami tahu – kalian sekadar ingin membuat kami senang.
“Sayang, sepatu baruku bagus nggak, sih?”
“Iya, bagus.” (sambil nyengir)
“Ah, bohong. Kok mukanya kecut gitu!”

Karakter cewek memang terbilang unik. Kami sering bertanya atau meminta pendapat pasangan perkara penampilan. Kami paling senang dipuji sekaligus bisa jadi uring-uringan saat apa yang kami kenakan dikritisi. Nah, saking lamanya menjalin hubungan, cowok bisa jadi sudah paham dengan tabiat cewek yang satu ini.

Semata-mata ingin membuat kami senang dan enggan jika kami berubah murung, kalian pun memilih memberi pujian-pujian palsu. Namun, bukan berarti punya niat untuk berbohong atau menipu, apa yang kalian lakukan hanyalah sekadar ungkapan kasih sayang.

6. Tanpa perlu menegaskan siapa yang salah, kalian ikhlas menggenggam tangan kami sambil minta maaf demi mengakhiri sebuah perselisihan.
Sebuah hubungan tak melulu bisa berjalan mulus. Ada saat dimana pasangan harus bertengkar lantaran berselisih paham atau berbeda pendapat. Di saat-saat seperti ini, pasangan seringkali tak bisa menahan emosi dan saling menyakiti.

Entah seberapa hebat pertengkaran yang terjadi, kami benar-benar bahagia saat kalian berinisiatif untuk mengakhirnya. Kalian yang akan spontan menggenggam tangan atau merengkuh pundak kami sambil membisikkan kata “maaf”. Ya, kalian meminta maaf tanpa perlu menganalisa siapa benar dan siapa yang salah. Kalian membuat kami luluh, segala emosi dan amarah kami luruh.

7. Ajakan menemani ke tempat futsal atau datang ke acara pernikahan teman membuktikan betapa kalian menghargai keberadaan kami.
Sebagai pasangan, kami memang ingin dianggap dan dihargai. Tak harus mendampingi kalian setiap hari, tapi bisa sesekali tampil dan menemani kalian sungguh membuat kami senang hati. Saat pergi latihan futsal, ke acara pernikahan teman, atau sekadar nongkrong di Sabtu malam.

Menginjinkan kami masuk ke dunia kalian pertanda rasa nyaman yang dirasakan. Bahkan, saat kalian bisa dengan ringan mengenalkan kami sebagai pasangan, kami merasa benar-benar dianggap dan dihargai. Kami percaya bahwa keterbukaan atas hubungan yang sedang dijalani menegaskan betapa dalam perasaan yang kalian miliki.

8. Ada rasa bangga yang luar biasa ketika kalian mantap mengenalkan pada orang tua dan mengajak kami tampil di acara keluarga.
Sebuah hubungan yang serius tak hanya melibatkan sepasang laki-laki dan perempuan. Ada orang tua dan keluarga besar yang sepatutnya memang dilibatkan dalam hubungan yang dijalani. Akan ada saat dimana kalian menawarkan kepada kami untuk dikenalkan pada orang tua dan keluarga besar sebagai pasangan.

Di saat inilah sebenarnya kami merasakan kebanggaan yang luar biasa. Momen dimana kami merasa benar-benar dihargai dan cintai. Karena inilah pertanda kalian serius dengan hubungan yang dijalani. Bahwa sebuah hubungan yang serius memang layak diketahui mereka yang punya peranan penting dalam hidup kalian.

9. Ketika kalian mau berbagi rencana masa depan dengan kami, itulah pertanda bahwa kalian punya perasaan yang dalam dan benar-benar mencintai.
“Kamu lebih suka kerja kantoran atau jadi ibu rumah tangga biasa?”
“Hmm…Kerja kantoran aja deh, lebih menantang.”
“Kalau udah nikah dan punya anak, gimana? Apa nggak lebih baik jadi ibu rumah tangga sambil berwirausaha? Aku aja lah yang kerja kantoran.”

Hubungan pacaran memang tak bisa dijalani seadanya. Perkara masa depan selayaknya bisa dibicarakan meski tak harus terlalu serius dan memaksakan. Ada kalanya pasangan harus baik-baik berdiskusi soal pekerjaan, keuangan, hingga prinsip-prinsip hidup dan bagaimana menjalankan sebuah keluarga.

Kami yang sebenarnya tersenyum dan bersyukur dalam hati ketika mendengar kalian berbagi perihal cita-cita dan mimpi-mimpi. Kalian yang tak segan melibatkan kami jadi bagian dari rencana-rencana masa depan yang akan diwujudkan bersama.

Ya, kami tak meminta kalian mengucapkan rentetan kata-kata manis atau kalimat “aku cinta kamu” setiap hari. Tapi, kami sekadar butuh bukti agar semakin yakin dan mantap menitipkan hati. Cukuplah lewat tindakan-tindakan sederhana untuk meyakinkan kami – bahwa kalian sungguh mencintai dan tak akan menyakiti.

Caraku Untuk Bahagia

Bahagia itu selalu ada dan banyak macamnya, kita hanya perlu bersyukur dan menyadari bahwa kita selalu memilikinya—meski hanya dalam bentuk paling sederhana. Begitu kata orang-orang bijak. Tapi bukankah itu juga berarti penyangkalan, bahwa sebetulnya kita hanya diizinkan punya porsi terbatas untuk bahagia?

Kamu tahu? 

Terkadang, cukup dengan melihatmu bahagia dari jauh, kutemukan bahagiaku. Bahagia yang kucari, bukan sebab datang dengan maunya sendiri. Semu, memang. Tapi setidaknya lebih baik daripada membencimu, bukan?

Bahagia ini seperti dipaksakan, aku tak lagi punya pilihan. dan menganggap kamu kisah lama yang aku mesti lupa, aku belum pintar melakukannya.

Meski entah ini memang bahagia yang sesungguhnya, atau imajinasiku terlalu terlatih untuk mengada-ada? Entah dengan melihatmu tersenyum aku juga merasakan yang sama, atau semuanya hanya karena aku tak lagi miliki pilihan?

Terkadang lucu, jika memang benar ada wujud bahagia seperti itu. Padahal kalau boleh jujur, aku ingin bahagiamu yang dibagi denganku.

Kupandang sebuah pohon dengan tatapan penuh kagum. Sebab, bagaimana bisa ia tetap berdiri tegak, sementara melihat dedaunan yang selama ini dipertahankannya, justru jatuh dan kemudian meninggalkan?  Atau, ini hanya salah satu cara semesta untuk mengajarkanku menjadi lebih kuat?

Kuat itu aku, yang telah lama jauh terjatuh padamu, tahu sakitnya luka, namun terus mengulanginya saja. Lemah itu kamu, datang sebab terluka, lalu pergi sebab bosan dijaga. Barangkali jika ada kekacauan di poros bumi dan semua hal jadi terbalik, aku baru paham caramu yang mudah pergi. Pun, kamu kelak mengerti caraku yang keras kepala selalu menanti.

Lalu, aku harus ke mana? Tepatnya, aku harus bagaimana?

Menerimamu yang muncul tiba-tiba, dan merelakan begitu saja padahal ingin tak ada? Kamu ingin (si)apa? Seseorang dengan perasaan sekeras batu dan sikap sediam patung? Sebab, bagaimana mungkin aku mampu untuk terus bertahan melihatmu semudah itu berpaling, namun harus menjadi yang sangat siap ketika kamu tak menemukan sesiapa lagi untuk berbagi?

Barangkali sejak awal kita tidak seharusnya bertemu. Agar tak ada rasa yang bertamu, agar inginku tak melulu hanya kamu. Barangkali sejak dulu mestinya kamu yang mencintai aku. Biar aku jadi yang pintar berlalu, biar aku jadi yang pura-pura lupa pernah sengaja menyakitimu. Ah, tapi apa gunanya? Jika kamu ada di posisiku, apa benar kamu tetap memilihku meski aku tak menoleh padamu? 

Bahkan mengkhayalkannya saja aku tak berani.

Tak perlu kamu tahu sesakit apa aku, yang kuperlu hanya kamu bilang iya untuk cintaku. Paling tidak, aku sudah pernah mencoba untuk terjatuh, meski bukan kedua tanganmu yang menangkap hatiku secara utuh. Memang ada yang hancur dan tidak secara baik tertata, namun paling tidak aku pernah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Meski yang kurasakan ialah tangis untuk keduanya, namun paling tidak aku selangkah lagi menuju masa yang belum ada dan penuh bahagia.

Yang perlu kamu tahu, tetap memilihmu bukanlah pilihan, itu keputusan.

Menyesal bukanlah bagianku, itu bagianmu jika kelak kehilangan aku. Sebab aku berani bertaruh, belum pernah kamu menemu hati lain yang cukup gila terus menerus berkata bahwa menanti yang tak ada ialah bentuk lain setia.

Ingatlah, jika ia menyakitimu, jangan cari aku. Sebab nanti, aku yang lebih dulu menemukanmu. 

Jika tak kamu temukan aku, tetaplah jangan mencari. Sebab barangkali yang ingin kamu temukan bukanlah aku, melainkan dirimu yang lain, yang sejak lama ada padaku.

Maka teruslah jangan aku yang kamu cari, hanya sebab kamu tak mau merasa sendiri.

Kuharap saat itu aku telah cukup jadi egois, dengan menutup rasa dari apapun yang kutahu bisa membuatmu menangis.

Rabu, 04 Maret 2015

Dalam Khayalan

Ku kagumi lewat sebuah khayalan...
Tak tau bertanya dengan siapa dan dimana dirimu kini...
Hingga hanya dapat aku tempuh lewat sebuah lamunan...

Ku coba melupakan bayanmu...
Namun tak jua mampu aku mengurung rindu...
Dan bila telapak bisa terbuka' mengapa kita harus melipat jari...!!!!!!!

Andai perasaanmu tak mau menjawab...
Maka  Izinkanlah asaku tetap tumbuh & bersemi...
Seperti mata air yang takkan pernah berhenti mengalir....

Kutulis khayalan ini untuk dirimu...
Untuk semua ungkapan rasa dalam keheningan jiwaku...

Meskipun aku tak pernah berharap...
Suatu saat kelak kamu mengetahuinya....'


Senin, 02 Maret 2015

Jelaskan Padaku,,!!!

Pernahkah kau merasakan, lelaki yang kau cintai suatu hari menghubungimu, dan mengatakan bahwa dirinya sedang menjalin hubungan dengan seseorang, dan seseorang itu bukanlah kamu…??

Pernahkah kau merasakan, lelaki yang pernah dan masih kau cintai, tiba-tiba menikah dengan seseorang, dan seseorang itu bukanlah kamu…??

Pernahkah kau merasakan, lelaki yang kau cintai ternyata tlah bercinta dengan seseorang, dan seseorang itu bukanlah kamu…??

Bagaimana perasaanmu yang pernah merasakannya ?

Sakitkah??
Sakitkah??
Atau sakit sekali kah??
Katakanlah padaku…!!

Karena….
Aku pernah merasakan itu semua, tapi aku tak tahu bagaimana rasanya…

Aku tlah mati rasa…

Minggu, 01 Maret 2015

Apa Ada Yang Salah Dengan Caraku Menjaga Hatimu ??

Ku ingin marah....
Tapi pada siapa? Sebagian diriku terlalu rapuh untuk mengatakan tidak.......

Lalu apa yang semestinya kulakukan? Rasanya terlalu dangkal untuk mengatakan semua baik baik saja, sedangkan kenyataannya aku cemas dengan keadaan ini.

Pikiranku lelah ..........entah jalan apa yg harus aku lewati, aku butuh kamu saat ini ........

Sedang aku tau kita sama2 sedang belajar menghadapi pedihnya sebuah rasa kehilangan..

katakan sayank.........
apa ada yang salah dengan caraku menjaga hatimu?